KAJIAN 1
PENGERTIAN THEOLOGY ISLAM
PENGERTIAN THEOLOGY ISLAM
Pengertian Theology dari segi
bahasa:
Theology berasal dari kata
“Theos”, artinya Tuhan dan “logos”,
berarti ilmu. Jadi Theology berarti
“ilmu tentang Tuhan” atau “ilmu ketuhanan” (A. Hanafi. 11)
Pengertian Teologi dari segi
istilah:
Teologi adalah ilmu yang
membicarakan tentang Tuhan dan pertaliannya dengan manusia, baik berdasarkan
kebenaran wahyu ataupun berdasarkan penyelidikan akal murni. (A. Hanafi. 12)
Istilah-istilah lain yang
digunakan untuk menyebut Teologi Islam;
1. Ilmu
Ushul al-Din
Disebut Ushul al
Din karena teologi membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Buku yang
membahas soal-soal teologi dalam Islam selalu diberi nama Kitab Usul al- Din.
2. Ilmu
Aqa’id (Credos)
Disebut
al-Aqa’id karena teologi membahas tentang keyakinan-keyakinan seseorang kepada
Tuhannya
3. Ilm
al-Tauhid
Disebut Ilm
al-Tauhid karena membahas tentang ke-Esa-an Tuhan. Karena dalam keyakinan
Islam, ke-Esa-an (Monotheisme) merupakan
sifat terpenting di antara segala sifat-sifat Tuhan
4. Ilmu
Kalam
Disebut Ilmu kalam
karena membahas tentang sabda atau kata-kata. Jika yang dimaksud kalam adalah
sabda, maka yang dibahas dalam teologi
Islam adalah sabda Tuhan atau Al-Qur’an.
Jika yang dimaksud dengan kalam adalah kata-kata manusia, maka teologi
Islam membahas tentang silang pendapat
dan pendirian masing-masing teolog. Karenanya teolog dalam Islam disebut dengan
mutakallimun yaitu orang yang ahli debat dan pintar memakai kata-kata. (Hanas.
ix)
Ilmu Kalam sebagai Ilmu yang
berdiri sendiri
Sebutan Ilmu
Kalam sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana yang dikenal
sekarang, untuk pertama kalinya dipakai pada masa al-Ma’mun (Khalifah Abbasi,
wafat 218 H), yaitu setelah tokoh-tokoh Mu’tazilah mempelajari kitab-kitab
filsafat dan memadukan metodenya dengan metode ilmu kalam.
Sebelum masa itu,
ilmu yang membicarakan persoalan-persoalan kepercayaan disebut “al-Fiqhu. Imam
Abu Hanifah menamakan bukunya tentang kepercayaan agama dengan judul “al-Fiqhul
Akbar. (Hanafi. 14)
Teologi yang diajarkan di
Indonesia
Teologi Islam yang
diajarkan di Indonesia pada umumnya adalah teologi dalam bentuk ilmu tauhid.
Ilmu tauhid biasanya kurang mendalam dalam pembahasan dan kurang bersifat
filosofis. Pembahasannya sepihak dan tidak mengemukakan pendapat dan paham dari
aliran-aliran atau golongan-golongan yang ada dalam teologi Islam. Lagipula,
ilmu tauhid yang diajarkan di Indonesia
pada umumnya beraliran Asy’ariah, sehingga timbullah kesan dikalangan sementara
umat Islam Indonesia, bahwa inilah satu-satunya teologi yang ada dalam Islam.
(Hanas. x)
Teologi Liberal dan Tradisional
Dalam Islam sebenarnya terdapat
lebih dari satu aliran teologi. Ada yang bersifat liberal dan ada yang bersifat
tradisional. Ada pula yang mempunyai sifat antara liberal dan tradisional.
Kedua corak teologi ini, liberal dan tradisional, tidak bertetntangan dengan
ajaran-ajaran dasar Islam. Dengan demikian, orang yang memilih mana saja dari
aliran-aliran itu sebagai teologi yang dianutnya, tidak menyebabkan ia menjadi
keluar dari Islam. (Hanas. x)
Tujuan mempelajari teologi Islam
Tujuan teologi Islam ialah
memantapkan kepercayaan-kepercayaan agama dengan jalan akal pikiran,
menghilangkan bermacam-macam keraguan yang masih kelihatan melekat atau sengaja
dilekatkan oleh lawan-lawan kepercayaan-kepercayaan itu. Mengingat tujuan ini,
maka teologi Islam bisa desebut “induk ilmu-ilmu agama”. (Hanafi. 17)
Dengan perkataan lain, tujuan
teologi Islam adalah mengangkat kepercayaan seseorang dari lembah taqlid kepada
puncak keyakinannya.
Sumber-sumber teologi Islam:
1. Al-Qur’an
dan Hadits-hadits
Sumber utama teologi Islam ialah
al-Qur’an dan hadits-hadits yang banyak berisi penjelasan-penjelasan tentang
wujud Tuhan, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya dan persoalan teologi lainnya.
2. Dalil-dalil
akal pikiran yang telah dipersubur dengan filsafat Yunani dan
peradaban-peradaban lain. (3) Bahasa Arab, juga merupakan sumber yang tidak
kalah penting karena digunakan sebagai alat memahami guna al-Qur’an dan Hadits.
Teologi Islam bukan merupakan
ilmu keislaman murni dan bukan timbul dari filsafat Yunani
Teologi Islam bukan merupakan
ilmu keislaman murni, seperti ilmu tafsir dan ilmu hadits, karena di antara
pembahasan-pembahasannya banyak yang berasal dari luar Islam,
sekurang-kurangnya dari segi metode.
Teologi Islam juga bukan timbul dari filsafat
Yunani semata-mata, karena banyak ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi
yang dijadikan dalil, di samping pikiran-pikiran Yunani. Karenanya, yang tepat
jika dikatakan bahwa teologi Islam itu merupakan campuran dari ilmu keislaman
dan filsafat yunani, meski kepribadian Islam lebih jelas dan lebih kuat.
(Hanafi 15)
Perbedaan antara mutakkallimun
dan filsof muslim :
Mutakallimun lebih dahulu
bertolak dari al-Qur’an dan hadits yang diyakininya, kemudian disertakan pembuktian-pembuktian
rasional..
Filsuf berpijak pada logika.
Artinya, mereka melakukan sebuah pembuktian secara rasional, kemudian
meyakininya. Meskipun demikian, tujuan yang ingin dicapai adalah satu yaitu ke
Esaan Allah dan ke-Mahakuasaan Allah SWT. (Hamdani. 3)
Perbedaan teologi Islam dengan
Ilmu Fiqh :
Teologi islam berhubungan dengan
soal-soal kepercayaan (aqidah), maka Fiqh berhugungan dengan hukum-hukum
perbuatan lahir (ahkam amaliyyah).
Al-Farabi mengatakan bahwa
perbedaan kedua ilmu tersebut ialah kalau Teologi Islam menguatkan aqidah dan
syari’at yang dijelaskan oleh pembuat agama (Tuhan dan Nabi Muhammad s.a.w),
sedang Ilmu Fiqh berusaha mengambil hukum (instibat) sesuatu yang tidak
dijelaskan oleh pembuat agama dari sesuatu yang sudah diterankannya dalam
lapangan aqidah dan syari’at-syari’atnya.
Dengan kata lain;
Teologi Islam membicarakan
soal-soal aqidah, yaitu dasar-dasar agama, sedang Fiqh membicarakan soal-soal
furu’, yaitu yang bertalian dengan perbuatan. Sebagai contoh pada Masalah “Tauhid”
(mengesakan Tuhan) merupakan salah satu dasar Islam dan dari padanya seorang
Fiqh mengambil hukum-hukum ibadat, tanpa memperbincangkan Ketuhanan dan
sifat-sifat Tuhan. (Hanafi. 15)
Perbedaan Teologi Islam dengan
Tasauf :
Perbedaan antara keduanya meliputi
metode dan objek pembicaraan. Jika teologi Islam bercorak mewarnai
aqidah-aqidah agama dengan rasio (akal pikiran), bahkan lebih condong untuk
mengkontruksikannya di atas dasar akal pikiran.
Tasauf Islam (mystic) bertujuan
merasai (mengenyam) aqidah dengan hati nurani, bukan dengan jalan
memperbincangkannya menurut metode akal pikiran, bukan pula dengan jalan memberikan alasan-alasan logika tentang
kebenarannya, tetapi bertujuan merasainya, karena cahaya yang menyinari jiwa
dari suatu sumber yang terletak di luar akal.
Ulama teologi Islam menganggap
bahwa “Ilmu” artinya “Comprehensi” (usaha memahami dengan akal pikiran),
karenanya, ilmu tentang Tuhan akan diperoleh dengan jalan penyelidikan akal,
meskipun tidak meninggalkan nas-nas agama.
Golongan Tasauf menganggap bahwa
ilmu yang yakin (yang pasti benarnya) ialah yang datang dari tekanan batin atau
perasaan (taste, intuisi, dzauq dan wujdan) atau menyaksikan langsung dengan
mata hati (wahyu, revelation, discovery, kasyf), yang semuanya berlainan sama
sekali dengan argumnetasi pikiran. Karena itu, golongan tasauf mengambil
ilmunya bukan dari kitab atau guru, tidak pula diperoleh dari pengalaman dan
penyelidikan. (Hanafi. 15-16)
Perbedaan Teologi Islam dan
Filsafat
Seorang teolog Islam berpangkal pada
pengakuan akan dasar-dasar keimanan sebagaimana yang disebutkan dalam
al-Qur’an, yang kemudian dilanjutkan dengan pembuktian secara rasionil tentang
kebenarannya dan menghilangkan keragu-raguan yang terdapat disekelilingnya
dengan alasan-alasan logika.
Seorang filosof mempelajari sesuatu
persoalan dengan cara yang objektif dan dimulainya dengan keragu-raguan
terhadap persoalan tersebut. Setelah dipelajarinya dan dibuktikan kebenarannya ia keluar dengan pendapatnya. Ia
tidak mempunyai sikap prejudice terhadap suatu pikiran sebelumnya.
Perbedaan lainnya;
Teologi bertolak dari wahyu dan kesadaran akan adanya Tuhan, sedang
Filsafat bertolak dari akal pikiran dan kesadaran akan wujud diri sendiri. (Hanafi:
31)
Pertalian Teologi Islam dan
Filsafat:
Pertalian antara keduanya Nampak
jelas, karena teologi Islam bercorak filsafat yang menunjukkan ada pengaruh
pikiran-pikiran dan metode filsafat, sehingga banyak di antara para penulis
menggolongkan ilmu teologi islam kepada filsafat. (Hanafi: 29)
Pertalian tersebut diakui oleh
para pensejarah kepercayaan Islam. Ibnu Chaldun (wafat 808 H), mengatakan bahwa
persoalan-persoalan teologi Islam sudah bercampur dengan persoalan-persoalan
filsafat, sehingga sukar dibedakan satu dari yang lainnya. Bahkan, Tenneman dan
H. Ritter memasukkan ulama-ulama teolog Islam ke dalam golongan filosof Islam.
(Hanafi: 29)
Rennan sendiri yang terkenal
dengan ejekannya terhadap filsafat Islam yang dikatakannya hanya sebagai
kutipan yang tandus dari filsafat Yunani, menjelaskan bahwa kegiatan filsafat
dalam Islam harus dicari dalam aliran-aliran teologi Islam yang mengandung
keaslian dan daya kreasi kaum muslimin. (Hanafi: 29)
Konfilk Antara Teologi Islam
dengan Filsafat Islam
Sepanjang sejarahnya, konflik
antara seorang theolog Islam dengan filosof selalu ada. Seorang filosof
memandang pembicaraan teologi Islam sebagai suatu kemorosotan intelegensia
(intellect degeneration) dan seorang yang dogmatis dan sombong. Sebaliknya,
seorang teolog memandang filosof sebagai anak kecil yang bermain-main dengan
barang yang suci. (Hanafi: 33)
Filsafat Islam berasal dari
filsafat Yunani, meskipun dalam beberapa hal mempunyai kepribadian sendiri.
Berapa ulama yang dengan
sengitnya menyerang Filsafat:
1.
Ibnu Taimiah
Menurut Ibnu Taimiah (Seorang pembesar Salafi abad 3-4
H): Ilmu yang sebenarnya ialah ilmu yang diwariskan dari Nabi s.a.w. sedang
ilmu-ilmu lainnya adalah ilmu yang tidak berguna atau ilmu dalam namanya saja,
sedang hakikatnya tidak ada. (Hanafi : 33)
Perlawanan Ibnu Taimiah terhadap filsafat nampak jelas
dalam buku-bukunya antara lain: “ar-Raddu ‘ala ‘aqa’idil –Falasifah”, dan
“Nasihatu ahlil iman fir-Raddi ‘ala mantiqil-Yunan”…yang kemudian diringkas dan
ditambah oleh
2.
As-Suyuti (1445-1505) dalam bukunya
“Shaunul-Mantiq wa kalam fannil-mantiq wal-kalam”. Dalam buku ini, ia
mengaharamkan mempelajari logika (Mantiq).
3.
Ibnul-Qayyim (571 H/1292-1350 M), murid Ibnu
Taimiah , mengikuti sikap gurunya dalam menentang filsafat. Ia beranggapan
bahwa tiap kali logika masuk pada sesuatu ilmu mesti merusaknya, merobah
susunannya dan mengacaukan aturan-aturannya. Meskipun demikian,
karangan-karangan dan kritik Ibnu Taimiah dan Ibnul Qayyim menunjukkan bahwa
kedua orang tersebut mengngenal filsafat dengan baik.
4.
Al-Ibnusallah (1181-1243 M) telah memberikan
pukulan yang berat terhadap filsafat. Waktu ia ditanya tentang hukum orang yang
mempelajari buku-buku karangan Ibnu Sina, maka jawabannya adalah: “Siapa yang
berbuat demikian, berarti telah mengkhianati agamanya dan terkena fitnah yang
besar….karena Ibnu Sina bukan seorang ulama, melainkan syetan berupa manusia.
(Hanafi: 34)
5.
An-Nubacthy menyerang logika dalam bukunya
“Ar-Raddu ‘ala ahlil-Mantiq.
6.
Ibnu Hazm menyerang logika dalam bukunya
“al-Fisol”.
7.
Al-Juwaini menyerang logika dalam bukunya
“al-Burhan” dan “al-Irsyad”.
8.
Al-Ghazali, tercatat sebagai orang yang terkuat
serangannya, yang terkaya bahan-bahannya, yang terampuh senjatanya, tetapi juga
yang paling lebar dada dan banyak toleransinya terhadap filsafat. (Hanafi:
33-34). Karyanya yang terkenal adalah: “Tahafutul-Falasifah” dan “al-Munqid min
al-Dhalal”
Dari ulama-ulama di atas, ternyata al-Ghazali yang paling
sengit serangannya sekaligus paling moderat sikapnya. Karena ia tidak melarang
semua bagian-bagian filsafat.
Menurut Al-Ghazali ;
Filsafat meliputi: Matematika, Logika, Phisika, Ketuhanan,
Politika, dan Etika. Kedua bagian pertama tidak ada sangkut pautnya dengan
agama, karenanya tidak perlu diingkari, demikian juga dengan phisika.
Tentang politika dan etika dikatakannya bahwa kedua cabang
ilmu ini diambil oleh para filosof dari kata-kata nabi dan para ahli tasauf.
Bidang ketuhanan itulah yang menjadi inti pembahasannya. (Hanafi: 34)
Teologi Islam dan Golongan Yahudi
Pertalian antara golongan Yahudi
dengan teologi Islam dapat dilihat dari soal-soal berikut:
1.
Orang-orang Yahudi adalah pendiri yang
sebenarnya dari kepercayaan-kepercayaan golongan Syi’ah yang ekstrim, karena
banyak tokoh-tokoh Yahudi atau ulamanya yang masuk Islam menggunakan kesempatan
penyisihan Ali r.a. dari kursi khalifah untuk mencetuskan soal kesucian Imam
(Ali r.a.)
2.
Di antara orang-orang Yahudi yang telah masuk
Islam ada yang membuat-buat hadits-hadits palsu tentang tasybih. (berisi
persamaan Tuhan dengan manusia). Golongan Musyabbihah (anthropomorphist) Islam
yang menggambarkan Tuhan sebagai Zat yang beranggota badan dan mempunyai
sifat-sifat seperti manusia, sesuai dengan lahir kata-kata Qur’an dan hadis,
muncul karena pengaruh kepercayaan-kepercayaan orang-orang Yahudi. Golongan
Hasywiyyah banyak pula mengambil hadits-hadits israiliyat. Hadits-hadits
tentang hari kiamat dan tanda-tandanya yang dibuat-buat oleh orang Yahudi besar
pengaruhnya terhadap golongan Ahlusunnah.
3.
Persoalan Qadha dan Qadar (predestination) yang
menjadi perselisihan di kalangan orang-orang Yahudi, juga dikenal oleh kaum
muslimin, sehingga golongan Robbis (rabbaniyyin) sama dengan golongan
Mu’tazilah. Sementara golongan
textualist (qurro’) Yahudi sama dengan golongan Jabbariyah Islam. (Hanafi: 36)
Demikianlah persoalan-persoalan
yang sama antara orang-orang Yahudi dan segolongan kaum muslimin. Akan tetapi,
persamaan tersebut bukan berarti bahwa segolongan kaum muslimin tersebut telah
mengambil persoalan-persoalan itu dari golongan Yahudi semata-mata, karena
agama-agama lain juga sebelumnya telah mengenal tasybih, seperti agama Brahma,
Budha, Zoroaster, agama Ham dan Mesir Kuno.
Persoalan qadha dan qadar juga
bukan milik orang-orang agama Yahudi, sebab persoalan itu terdapat pula dalam
Islam, sebagaimana yang diinformasikan oleh Qur’an dan hadits-hadits Nabi.
Persoalan kesucian, raj’ah dan
Ketuhanan Ali r.a. dan keturunan-keturunannya boleh jadi berasal dari pengikut
Syi’ah ekstrim sendiri.
Kritik terhadap Teologi Islam
Kritik terhadap teologi Islam muncul
karena persentuhan kaum muslimin dengan filsafat Yunani. Mereka khawatir jika
ilmu Tauhid bercampur dengan filsafat, sehingga membahayakan ‘aqidah Islamiah.
Karena itu ulama-ulama Islam banyak yang membenci teologi Islam dan
memperingatkan agar jangan mendekatinya. Akan teteapi di antara mereka ada yang
sikapnya berlebih-lebihan sehingga terkenallah semboyan mereka yang berbunyi:
“Larilah dari Ilmu Kalam (Teologi Islam), seperti engkau lari dari singa”.
Berikut pernyataan-pernyataan mereka:
1.
Imam Syafi’i
“Keputusanku terhadap orang-orang teologi Islam ialah
mereka harus didera dengan cemeti serta merta dan harus diarak keliling desa
dan tempat-tempat ramai, sambil diserukan: inilah akibat orang yang
mengenyampingkan ilmu Qur’an dan Sunnah dan bertekun mempelajari teologi Islam.
2.
Imam Ahmad Ibn Hanbal (780-865 M), sebagaimana
diriwayatkan oleh Ibnu al-Jauzi mengatakan: “Ahli Ilmu Kalam tidak bahagia
selamanya. Ulama Kalam adalah orang-orang Zindiq.
3.
Al-Ghazali
Qiyas-qiyas (Silogisme-analogi) mereka mengeruhkan
ketenangan rasa agama, mengacaukan pikiran dan menggoncankan iman orang awam.
Dalam kitabnya yang lain, al-Ghazali melarang memberikan
pertimbangan-pertimbangan pikiran (annadzar al-‘aqli) dalam soal-soal agama.
Karena penakwilan orang awam terhadap ayat-ayat Qur’an, laksana orang yang
tidak tahu berenang mengarungi samudra luas. (yang dimaksud dengan orang awam
disini adalah ahli hadits, ahli Tafsir, orang Fiqh, ahli Nahwu, dan ulama
Teologi Islam).
Seorang mukmin yang sebenarnya tidak boleh tunduk
kepada akal pikiran, karena akal pikiran tidak diperlukan untuk
kebenaran-kebenaran agama yang sudah termuat dalam Qur’an dan Hadits. Jadi,
tidak ada perbedaan antara Teologi Islam dan filsafat Aristoteles, karena
kedua-duanya membawa seseorang menjadi atheist dan zindiq.
4.
Thasy Kubra Zadah (wafat 962 H) memberikan
pendapat;
Banyak fuqoha pada masanya sangat mencela orang-orang
yang mempelajari Teologi Islam. Menurutnya, seharusnya dibedakan antara teologi
Islam yang kemasukan filsafat yang tidak sesuai dengan Qur’an dan Hadits, dan
teologi Islam yang persoalan-persoalannya bersumber kepada Qur’an dan Hadits.
Teologi macam pertama saja yang harus dicela dan ditentang, bukan teologi
macama kedua. (Hanafi: 45)
KAJIAN 2
CORAK PERBEDAAN PENDAPAT DI KALANGAN KAUM MUSLIMIN
Meskipun kaum
muslimin mengenal aneka aliran dan perbedaan pendapat dalam lapangan politik,
kepercayaan, hukum (fiqh), namun perbedaan tersebut tidak mengenai inti agama
Islam, di antaranya;
1.
Keesaan Tuhan
2.
Kedudukan Nabi Muhammad s.a.w. sebagai Rasul
Allah
3.
Kedudukan Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan
Allah kepada kepada nabi Muhammad, termasuk kemukzizatan Al-Qur’an
4.
Rukun-rukun Islam, yaitu shalat 5 waktu, puasa,
zakat, dan haji ataupun kaifiyat pelaksanaanya
5.
Hal-hal yang dibawa oleh agama dengan pasti dan
jelas, seperti haram makan babi, bangkai, minum minuma keras, dan sebagainya.
Perselisihan
yang terjadi hanya mengenai soal-soal kecil, baik menyangkut politik maupun
gejala-gejala kemanusiaan umunya, diantaranya;
1.
Fanatik kesukuan dan ke-Araban
2.
Perebutan khilafat
3.
Kaum muslimin hidup berdampingan dengan
pemeluk-pemeluk agama lain
4.
Penterjemahan buku-buku filsafat
5.
Ayat-ayat mutasyabihat dalam al-Qur’an
6.
Jurisprudensi dalam hukum Islam.
Karena sebab-sebab di atas, maka
kaum muslimin mengenal aliran-aliran dalam tiga macam;
a.
Lapangan Politik
b.
Lapangan Teologi Islam
c.
Lapangan Hukum Islam
Dalam lapangan
politik kita mengenal golongan-golongan Syi’ah, Khawarij, Jumhur umat, dsb.
Dalam lapangan
hokum Islam kita mengenal aliran-aliran (Mazhab) Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali, Zahiri, Syi’ah, dsb.
Dalam lapangan
teologi Islam, kita mengenal aliran-aliran yang akan diuraikan pada pembahasan
selanjutnya nanti.
Dasar-dasar
Penggolongan dalam Teologi Islam
Menurut as-Syihristani,
penggolongan itu didasarkan pada empat persoalan pokok;
1.
Sifat-sifat Tuhan dan peng-Esaan sifat,
menimbulkan aliran Asy’ariyah, Karramiah, Mujassimah, dan Mu’tazilah
2.
Qadar dan keadilan Tuhan, perselisihan ini
menimbulkan golongan, Qadariah, Nijariah, Jabariah, Asy’ariah dan Karramiah
3.
Janji dan ancaman (al-wa’du wal wa’id), perselisihan
ini menimbulkan aliran Murji’ah, Wa’idiah, Mu’tazilah, Asy’ariah, dan Karramiah
4.
Sama’ dan akal (maksudnya: apakah kebaikan dan
keburukan hanya diterima dari syara’ atau dapat ditemukan oleh akal pikiran).
Persoalan ini menimbulkan aliran Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Karramiah dan
Asy’ariah. (Hanafi: 58)
Karena lairan-aliran tersebut di atas mempunyai kemiripan
satu dengan yang lainnya, maka as-Syihristani
meringkasnya menjadi :
Empat aliran pokok, yaitu:
1.
Qadariah
2.
Sifatiah
3.
Khawarij
4.
Syi’ah
Dari masing-masing aliran pokok ini timbul pula
aliran-aliran lain, sehingga jumlahnya menjadi 73 golongan, sesuai dengan
hadits Nabi yang berbunyi;
“Sataftariqu ummati
‘ala tsalatsin wa sab’ina friqotan, annajiyatu minhum wahidatun, wal baquna
halka. Qila wa man najiyatu? Qola: Ahlus sunnati wal jama’ati. Qila: wa ma
as-Sunnatu wal jama’atu? Qola: ma ana ‘alaihi al yauma wa ashabi.”
Beberapa persoalan timbul sekitar
hadits itu:
1.
Sungguhpun hadits itu dijadikan sandaran oleh
penulis-penulis yang membicarakan golongan-golongan dalam Islam, namun hadits
tersebut tidak diriwiyatkan dalam shahih Bukhori atau Muslim, melainkan
diriwayatkan oleh Abudaud. At-Tarmizi, al-Hakim dan Ibnu Hibban, dimana kesemua
mereka memandang hadits ini sahih. Sahabat yang meriwayatkannya ialah
Abuhurairah, dan menurut riwayat lain, sahabat Anas.
2.
Isi hadits itu berbeda-beda, menurut perbedaan
riwayatnya. Ada yang berbunyi:
“Kulluhum fin nari illa wahidah” (Semuanya berada di
neraka, kecuali satu). Riwayat lain berbunyi:
“Kulluhum fil jannati illa wahidah” (Semuanya berada
di sorga, kecuali satu). Riwayat lain berbunyi:
“Tsaniati wa sab’una fin nari wa wahidatun fil
jannati” (72 golongan berada di neraka, dan satu di sorga).
3.
Siapakah yang dimaksud dengan kata-kata
“Ummatku?”, apakah umat ijabah, yaitu kaum muslimin yang benar-benar telah
memenuhi ajakan Nabi Muhammad s.a.w., ataukah umat da’wah, yakni seluruh umat
manusia yang kedatangan seruan Islam?
4.
Apakah bilangan 73 itu sekedar menunjukkan
jumlah golongan, ataukah yang dimaksud itu golongan-golongan pokok saja, dengan
tidak meliputi cabang-cabangnya, yang oleh karena itu masih bisa bertambah
sekalipun tidak bisa kurang.
5.
Siapakah yang dimaksud dengan golongan yang
selamat?, apakah golongan ahlusunnah wal jama’ah. Ataukah golongan yang telah
lewat atau baru akan datang kemudian?...
Kriteria Penggolongan:
AS-Syihristani tidak memisah-misahkan antara
golongan-golongan politik dalam Islam dan aliran-aliran Teologi Islam. Kedua
macam golongan ini disatukan menjadi golongan-golongan Islam.
Yang dimaksud dengan golongan politik ialah golongan/aliran
yang berdiri karena soal-soal politik atau kepemimpinan kaum muslimin (sekitar
khilafat dan imamah), seperti golongan Syi’ah, Khawarij, dan Jumhur yang
merupakan mayoritas kaum muslimin pada waktu itu (Umawi).
Aliran-aliran Teologi Islam adalah aliran yang motif
berdirinya karena soal-soal kepercayaan semata-mata, dan tidak ada kaitannya
dengan soal-soal politik.
Motif Golongan Syi’ah berdiri karena mereka tidak puas
dengan keadaan pada waktu itu, di mana khilafat tidak dipegang oleh Ali r.a.
dan mereka menuntut agar khilafat tersebut dipegang oleh
keturunan-keturunannya.
Sebaiknya golongan Khawarij menginginkan agar khilafat
dipegang oleh orang yang cakap dan saleh, tanpa dibataskan kepada golongan atau
keturunan tertentu.
Menurut golongan Jumhur, khilafat harus dipegang oleh orang
keturunan Quraisy.
Pemasukan golongan Syi’ah dan Khawarij menjadi golongan
politik dikuatkan oleh Abu Zahrah. (Hanafi: 61)
Disamping golongan politik dan golongan Teologi Islam, ada
juga golongan Fiqh, sebagaimana terdapat dalam golongan Syia’h terdapat aliran
fiqh Ja’fariah dengan tokohnya Imam Ja’far as-Sadiq, dan aliran fiqh Zaidiah
dengan tokohnya Zaid bin Ali Zainal Abidin.
Di kalangan Khawarij terdapat aliran fiqh Ibadiah yang
merupakan fiqh yang baik dan sering-sering mendekati mazhab fiqh Sunni.
(Hanafi: 62).
Adapun golongan-golongan yang
masuk dalam lairan-lairan teologi Islam sebagai berikut:
1.
Aliran Mu’tazilah
2.
Aliran Asy’ariah
3.
Aliran Maturidiah
4.
Aliran Salaf
5.
Aliran Wahabiah
6.
Syekh M. Abduh
7.
Ibnu Rusyd
Syekh Abu Zahrah memasukan aliran Jabariah, Qadariah dan
Murji’ah dalam golongan Teologi Islam (al-mazahibul-Islami), akan tetapi
sebagian ahli mengatakan, lebih tepat kalau dikatakan bahwa ketiga aliran
tersebut bukan aliran teologi Islam, dengan alasan bahwa:
1.
Aliran Murji’ah tidak merupakan satu golongan
politik, bukan pula aliran teologi Islam. Ia lebih tepat kalau dikatakan suatu
kecenderungan (naz’ah), yaitu kecenderungan untuk mencari keselamatan, dengan
tidak usah terseret dalam urusan-urusan partai politik, baik sebagai penyokong
maupun sebagai penentangnya. Semua kesusah-payahan hendak dijauhinya, baik yang
bersifat ilmu dan teori maupun yang bersifat perbuatan dan tindakan phisik.
2.
Golongan Jabariah (Jahmiah) dan Qadariah lebih
tepat kalau dikatakan sebagai suatu penyelewengan pikiran dan cara berpikir,
karenanya kedua aliran tersebut tidak memiliki pengikut-pengikut setia, dan
umurnya tidak lebih daripada umur Jahm bin Sawan atau Ma’bad dan Ghailan itu
sendiri. (Hanafi” 63).
Motif berdirinya Aliran-aliran:
a.
Golongan Syi’ah berdiri karena mereka tidak puas
dengan keadaan pada waktu itu, di mana khilafat tidak dipegang oleh Ali r.a. dan
mereka menuntut agar khilafat tersebut dipegang oleh keturunan-keturunannya.
b.
Sebaiknya golongan Khawarij menginginkan agar
khilafat dipegang oleh orang yang cakap dan saleh, tanpa dibataskan kepada
golongan atau keturunan tertentu.
c.
Menurut golongan Jumhur, khilafat harus dipegang
oleh orang keturunan Quraisy.
Pemasukan golongan Syi’ah dan Khawarij menjadi
golongan politik dikuatkan oleh Abu Zahrah. (Hanafi: 61)
d.
Aliran Mu’tazilah berdiri karena keinginan
hendak menjelaskan dan mempertahankan kebenaran-kebenaran kepercayaan-kepercayaan
Islam terhadap serangan-serangan lawannya dan usaha-usaha pemburukan mereka di
bidang kepercayaan.
e.
Aliran Asy’ariah timbul karena tidak puas dengan
konsepsi aliran Mu’tazilah dalam menafsirkan dan memehami kepercayaan-kepercayaan
dalam Islam.
KAJIAN 3
PERPECAHAN UMAT ISLAM PASCA WAFATNYA RASULULLAH SAW
a. Masa Kesatuan Paham / Aqidah
Nabi Muhammad s.a.w. hadir di tengah-tengah masyarakat,
melenyapkan segala kebingungan dan menjadi pelita dalam kegelapan syubhat. Dua
orang khalifah sesudah beliau, berjuang sepanjang hidupnya melawan musuh-musuh
Islam, sehingga tidak ada sedikit pun peluang bagi orang banyak untuk
memperdayakan dan mengutak-atik dasar kepercayaan (aqidah) yang telah
berkembang dengan baik. Setiap persoalan yang timbul selalu diselesaikan di
hadapan khalifah secara tuntas.
Keadaan seperti itu berjalan dengan baik hingga terjadinya
peristiwa yang pembunuhan khalifah yang ketiga (Utsman bin Affan). Sejak
terjadinya peristiwa itu, maka rusak binasalah sokoguru (tiang agung) khalifah.
Terjerumuslah Islam dan pengikut-pengikutnya ke dalam suatu perbenturan, yang
menyimpangkan mereka dari jalan lurus. Karena sesungguhnya khalifah Utsman
terbunuh dengan cara yang tidak sesuai sama sekali dengan hukum syara’.
1. Kegiatan Abdullah bin Saba’, Permulaan timbulnya Bid’ah
tentang Aqidah
Di antara orang-orang yang giat melancarkan fitnah di
sana-sini adalah Abdullah bin Saba’. Seorang Yahudi yang baru masuk Islam.
Dengan berpura-pura terlalu fanatic mencintai Ali r.a. ia mendakwahkan bahwa
Allah telah bertempat pada diri Ali r.a. Ia mendakwahkan pula, bahwa Ali -lah
yang berhak menjadi khalifah. Untuk itu, ia menyerang khalfiah Utsman dengan
sengitnya. Kemudian ia pergi ke Basrah dan meniupkan fitnah yang sama. Lalu
khalifah Utsman mengusirnya dari Basrah, maka ia pergi ke Kufah dan kembali
melancarkan fitnahnya. Lalu ia pergi ke Syam (Syiria), tetapi di sini ia tidak
dapat menyebarluaskan fitnahnya, lalu Ia ke Mesir, di mana ia mendapatkan
pengikut dan leluasa menyebarkan fitnahnya dan menumbuhkan benih permusuhan dan
persengketaan di dunia Islam.
(Lahirnya Golongan Syi’ah dan
Khawarij (Dijelaskan kepada siswa dalam bentuk kajian sejarah dari Masa Nabi
s.a.w. hingga system Khilafah al-Rasyidah)
KAJIAN 4
FIRQOH-FIRQOH DALAM ILMU KALAM
Sebelumnya, akan dijelaskan
terlebih dahulu perbedaan pengertian firqoh dan mazhab:
-Firqoh ialah perbedaan pendapat
dalam soal-soal aqidah (teologi) atau masalah-masalah ushuliyah. Dalam Islam
dikenal firqoh Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah, Murji’ah,
dan Ahlu Sunnah. Dalam Kristen dikenal Katolik dan Protestan. Firqoh bisa
diartikan sekte. Dalam pembahasan ini firqoh bisa disebut dengan istilah
bermacam-macam. Terkadang disebut golongan atau aliran.
-Mazhab ialah perbedaan pendapat masalah-masalah
hokum atau furu’iyah. Dalam fiqh, diketahui ada empat mazhab;
1. Mazhab Hanafi (Pendirinya Imam Hanafi
An-Nu’man Ibn Tsabit, 70-150 H)
2. Mazhab Maliki (Pendirinya Imam
Malik Ibn Anas, 90-179 H)
3. Mazhab Syafi’I (Pendirinya Abu
Abdullah Muhammad Ibn Idris Ibn Utsman Ibn Syafi’I, 150-204 H)
4. Imam Hambali (Pendirinya Ahmad
Ibn HAmbal Ibn Hilal Asy-Syaibani Al-Bagdadi, 164-241 H).
Dengan demikian, firqoh itu
mengenai masalah tauhid, sedangkan mazhab mengenai masalah fiqh. (Sahilun: 71)
A. FIRQOH
SYI’AH
1. Sejarah
Timbulnya
Syi’ah berasal
dari bahasa Arab, artinya pengikut atau golongan. Kata jamaknya adalah
Syiya’un. Kata Syi’ah ditemukan dalam surat al-An’am: 159. (checking ayatnya)
Dari ayat
tersebut Syi’ah dimaksudkan sebagai suatu golongan dalam Islam yang beranggapan
bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. Adalah orang yang berhak sebagai
Khalifah pengganti Nabi, berdasarkan wasiatnya. Sedangkan 3 khalifah sebelumnya
adalah sebagai penggosob (perampas) kedudukan khalifah. (Dijelaskan secara
historis agar masalah khalifah dalam Islam tidak menimbulkan fitnah di belakang
hari)
Golongan Syi’ah
ini terpadu padanya pengertian firqoh dan mazhab. Sebab mereka beranggapan
bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan anak keturunannya lebih berhak menjadi
khalifah daripada orang lain, berdasarkan wasiat Nabi. Masalah khalifah ini
adalah masalah politik yang dalam perkembangan selanjutnya mewarnai mereka di
bidang agama. (Bisa dilihat perkembangan Syi’ah selanjutnya, dalam bidang fiqh
dikenal dengan fiqh Ja’fariyah / Imam Ja’far as-Sodiq).
Syi’ah
mempunyai ulama-ulama sendiri yang menjadi panutan di berbagai cabang ilmu
ke-Islaman. Ulama Kalam yang paling masyhur ialah Hisyam bin Hakam dan Syaikhon
Thaq Muhammad Nu’man al-Ahwal. Keduanya murid Imam Ja’far as-Sodiq.
Di samping itu,
banyak ulama-ulama Syi’ah yang mempunyai peranan penting di bidang tasauf.
Khalifah Ali ra. Dan keluarganya dianggap mempunyai pengetahuan yang bertingkat
tinggi. Abu Nasras Sarraj dalam karyanya
al-Luma’ mengenai filsafat tasauf sambil mengutip pendapat Junaid berkata,
sekiranya Ali ra. Tidak terlibat dalam sekian banyak peperangan, tentulah dia
telah memberikan kepada dunia Ilmu Laduni yang amat luas.
Di dalam kitab
Tadzkirot al Auliya’ karangan Farid al-Din ‘Attar, tempat pertama dalam daftar
orang- orang suci mistik diberikan kepada Ja’far as-Sodiq yaitu imam Apostolis
yang keenam. Patut diingat bahwa hampir setiap orang suci garis silsilah
rohaniah (sanad thariqat) dikembalikan kepada Ali ra. (misalnya Thariqat
Qadriyah), dan melalui dia kepada Nabi. Hanya sedikit orang yang mengembalikan
sanad tarekat kepada Abu Bakar (misalnya Tariqat Naqsabandiyah)
Kitab-kitab
karangan ulama-ulama Syi’ah, ternyata ada juga yang menjadi literature
ulama-ulama Sunni, misalnya karangan Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukani
(Imam asy-Syaukani, w. 1255 H) Kitab Nailul
Authar dan Irsyad al-Fuhul).
Demikian pula peranan ulama-ulama Syi’ah di bidang Tasauf. Banyak orang-orang
Sunni berguru kepada ulama-ulama Syi’ah, misalnya kepada Imam as-Sodiq, imam
Syi’ah yang keenam.
B. Masalah
Khilafah (Dijelaskan secara ringkas sbb) :
1.
Nabi Muhammad s.a.w. melaksanakan risalahnya
selama hampir 23 tahun. Beliau wafat pada hari Senin 12 Rabi’ul Awal 11
Hijriah, bertetpatan dengan 8 Juni 632 M.
2.
Selama hidupnya, beliau tidak pernah berwasiat
tentang kepemimpinan pengganti beliau
3.
Nabi pernah menyuruh Abu Bakar menjadi Imam
Shalat pada waktu beliau sakit menjelang hari wafatnya. (Apakah ini sinyal
bahwa Abu Bakar kelak sebagai pengganti Nabi)???
4.
Sementara Ali ra. pernah disuruh Nabi s.a.w.
menjaga rumahnya ketika beliau pergi berperang. (Apakah ini juga sinyal
kepemimpinan yang dikehendaki Nabi)???
5.
Bagaimana dengan Umar bin Khattab dan Utsman bin
Affan?, apakah mereka juga layak jadi pemimpin pengganti Nabi kelak?...
6.
Setelah Nabi s.a.w. wafat, terjadi perdebatan
sengit siapa yang seharusnya memimpin. Mereka (pemuka kaum Anshor dan Muhajirin
berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah, suatu balai pertemuan utnut bermusyawarah
tentang Khalifah pengganti tanpa
dihadiri oleh Ali ra.
7.
Golongan Anshor (masyarakat tempatan)
menghendaki Sa’ad bin Ubadah sebagai khalifah pengganti Rasul, tetapi ditolak
oleh kaum Muhajirin
8.
Golongan Muhajirin (pendatang) menghendaki Abu
Bakar as-Shiddiq sebagai khalifah pengganti Rasul.
9.
Pada saat perdebatan tentang pengganti nabi,
muncullah Umar bin Khattab membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah pertama. Bai’at
itu kemudian diikuti oleh sahabat-sahabat yang hadir secara aklamasi. Adapun
Ali bin Abi Thalib ra. tidak ikut membai’at pada saat itu, karena ia sibuk
mengurusi jenazah Nabi s.a.w.
10.
Benarkah sikap Ali ra. dan setujukah ia tentang pengangkatan
Abu Bakar sebagai khalifah pertama dalam Islam???
11.
Memang Sayyidina
Ali ra. dan istrinya Fatimah az-Zahra binti Rasulullah s.a.w. sedikit kurang
enak terhadap musyawarah di Saqifah Bani
Sa’idah. Karena menurut pendapatnya, pengurusan jenazah Nabi (pemakaman) harus
didahulukan daripada musyawarah pemilihan khalifah. Sedangkan sahabat-sahabat
lain berpendapat bahwa pemilihan khalifah harus didahulukan, karena menyangkut
kepentingan umum (jika tidak Negara akan chaos). Akhirnya, terpilih lah Abu
Bakar sebagai Khalifah pertama dalam Islam, diikuti oleh khalifah-kalifah
sesudahnya secara bergantian, sekaligus meletakkan dasar system Khilafah
al-Rasyidah dalam Islam. Khalifah adalah pemimpin yang
diangkat sesudah Nabi wafat untuk menggantikan beliau menjalankan tugas-tugas
sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan. (Badri Yatim: 35)
Sebelum jauh mengkaji tentang sejarah munculnya
firqoh-firqoh dalam Islam, terlebih dahulu dikupas biografi ringkas empat orang
khlaifah pengganti Nabi s.a.w.
1.
Masa kepemimpinan Abu Bakar as-Shiddiq
Abu Bakar as-Shiddiq memerintah selama 2 tahun 3 bulan
10 hari (11-13 H/632-634 M). Dia meninggal pada 13 Hijirah. Masa yang sesingkat
itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang
ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau lagi tunduk kepada pemerintah Madinah. Mereka
menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad, dengan sendirinya
batal setelah Nabi wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap
keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan
pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut
perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn al-Walid adalah
jendral yang banya berjasa dalam peang Riddah ini. Masa kepemimpinan Abu Bakar
yang singkat itu habis digunakan untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri, sehingga
misi perluasan Islam keluar Arabia agak
terbengkalai, meski ia sempat mengirim Khalid bin Walid ke Irak dan ke Syiria
di bawah empat jenderal, yaitu Abu Ubaidah, Amr bin ‘Ash, Yazid ibn Abi Sufyan,
dan Syurahbil.
Ketika Abu Bakar sakit-sakitan dan merasa ajalnya
sudah dekat, ia mengusulkan Sayyidina Umar bin Khattab sebagai calon khalifah
ke dua. Usul tersebut distujui sahabat, termasuk sayyidina Ali. (Sahilun: 76)
2.
Masa kepemimpinan Umar bin Khattab
Sayyidina Umar bin Khattab berkuasa selama 10 tahun 6
bulan (13-23 H/634-644 M). Dia meniggal pada 16 Dzul Qa’dah dibunuh oleh Abu
Lu’lu’, seorang sahaya dari Persia, yang amat dendam melihat kerajaan Persia
ditaklukkan (16 H/636 M). (Sahilun: 77)
Di Zaman Umar, gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan)
pertama terjadi (dikenal dengan Futhat 1). Wilayah kekuasaan Islam berkembang
cepat meliputi Syiria (Damaskus), ekspansi ke Mesir di bawah
pimpinan ‘Amr bin ‘Ash, dank e Irak di bawah pimpinan Sa’ad bin Abi Waqqash.
Pada masa Umar, wilayah kekuasaan islam sudah meliputi; Jazirah Arabia,
Palestina, Syiria, sebagian besar wilayah Palestina dan Mesir.
Untuk menertibkan wilayah kekuasaan yang meluas dengan
cepat, Umar mengeluarkan beberapa kebijakan strategis, diantaranya;
-
Mengatur administrasi Negara dengan mencontoh
administrasi yang berlangsung terutama di Persia
-
Adminsitrasi pemerintahan diatur menjadi delapan
wilayah provinsi, Mekah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina,
dan Mesir
-
Mendirikan beberapa departemen (keuangan, dll)
-
Mengatur dan menertibkan system pembayaran gaji
dan pajak tanah
-
Memisahkan lembaga Yudikatif dan eksekutif
-
Membentuk jawatan kepolisian untuk menjaga
keamanan dan ketertiban, dan jawatan Pekerjaan Umum
-
Mendirikan Bait al Mal
-
Menempa mata uang
-
Menciptakan Tahun Hijriah
-
Memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minin
(komandan orang-orang beriman) (Badri Yatim: 38)
Sebelum wafat,
ia telah menunjuk panitia untuk memilih
khalifah penggantinya, terdiri dari; Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan,
Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin
Ubaidillah, dan Abdullah bin Umar. Sayyidina Umar berpesan agar panitia ini
nanti memilih khalifah dan jangan memilih Abdullah bin Umar putranya
sendiri. Panitia akhirnya memilih
Sayyidina Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga (Sahilun : 77)
3.
Masa kepemimpinan Utsman bi Affan
Sayyidina Utsman bin Affan memerintah selama 13 tahun
kurang sehari (23-35 H/644-656 M). Pada paroh terakhir masa kekhilfaannya
muncul perasaan tidak puas dan kecewa dikalangan umat Islam terhadapnya.
Kepemimpinannya sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena
umurnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah
lembut.
Salah satu factor yang menyebabkan banyak rakyat
kecewa terhadap kepemimpinan Utsman adalah kebijakannya yang mengangkat
keluarga dalam keudukan tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibn
Hakam. Dialah yang pada dasarnya menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman
hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk
dalam jabatan-jabatan penting, Utsman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu.
Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadp keluarganya. Dia juga
tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan Negara, oleh kerabatnya
dibagi-bagikan tanpa kontrol oleh Ustman sendiri. Meski demikian, jasa-jasa Utsman dapat
dicermati sebagai berikut;
-
Membangun bendungan untuk menjaga arus banjir
yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota
-
Membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan dan
masjid-masjid
-
Memperluas masjid Nabi di Madinah
Akhirnya, pada tahun 35 H/655 M, Utsman di bunuh oleh kaum pemborontak
yang terdiri dari orang-orang yang kecewa dan terkena hasutan Abdullah bin
Saba’. Setelah Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi
Thalib sebagai khalifah.'
4. Masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib
4. Masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib
Sayyidina Ali bin Abi Thalib memerintah hanya enam tahun.
Selama masa pemerintahannya ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa
sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. (BADRI Yatim (38)
Catatan Pinggir
Teologi Islam sebenarnya lebih
dahulu muncul daripada filosof-filosof Islam. Filsof Islam yang pertama di
kenal ialah al-Kindi (wafat 950 M/260 H). sedang puluhan tahun sebelumnya
terdapat Washil bin ‘Ata (699 M/82 H), ‘Amr bin Ubaid, Abdul Huzail al-Allaf
dan an-Nazham, yang kesemuanya telah membicarakan persoalan-persoalan teologi
Islam dan meletakkan dasar-dasarnya. Sebelum itu terdapat Hasan al-Basri dan
Ghailan al-Dimasyqi, pada masa Umawy. (Hanafi: 30).
Menurut Von Kremer (1828-1889),
golongan Mu’tazilah timbul karena adanya orang-orang Masehi, karena
pembesar-pembesar gereja pada waktu itu membicarakan tentang kebebasan kemauan
(hurriyah al-irodah-Free will). (Hanafi: 39)
PERBANDINGAN ALIRAN-ALIRAN KALAM
1. SYI'AH
A.
TOKOH PENDIRI:
ALI BIN ABI THALIB
HASAN
HUSAIN
ZAINAL ABIDIN
AL BAIR
JA’FAR AS-SIDIQI*
ABDUL HASAN MUSA
ABU HASAN ALI
ABDUL JA’FAR MUHAMMAD
AN-NAQI
ABDUL MUAHMMAD AL-HASAN BIN
ALI ALASKARI
MUHAMMAD AL-MAHDI
POKOK-POKOK
PEMIKIRAN
B.
SIFAT TUHAN: Menganut faham wahdatul wujud
(serba tuhan)
C.
KEPEMIMPINAN : Imam adalah masalah sentral dan
termasuk rukun iman dan mereka mempercayai 12 imam
D.
PELAKU DOSA BESAR: Orang-orang yang membenci Ali
(ahlul bait) adalah kafir
(*) FIQIH SYIAH)
2. KHAWARIJ
A.
TOKOH PENDIRI:
ABDULLAH BIN WAHAB AR-RASIDI
POKOK-POKOK
PEMIKIRAN
B.
SIFAT TUHAN: Hanya Allah yang menetapkan hukum,
tanpa terkecuali
C.
KEPEMIMPINAN : Pemimpin berasal dari golongan
manasaja yang penting orang yang terbaik
dan cakap memimpin.
D.
PELAKU
DOSA BESAR : Orang islam yang berdosa besar adalah kafir (pelaku dosa besar
menurut khawarij adalah orang yang tidak
bertahkim pada Al-qur’an), dan harus dibunuh, sebagimana tahkim Ali dan
Mu’awiyyah.
3.
MURJI'AH
A.
TOKOH PENDIRI :
Moderat :
AL HASAN BIN MUHAMMAD IBNU
ALI BIN ABI THALIB
ABU HANIFAH
ABU YUSUF
Extrim :
JAHAM BIN
SOFWAN
POKOK-POKOK
PEMIKIRAN
B.
PELAKU DOSA BESAR : Orang islam yang berbuat
dosa besar tidak dihukumkan kafir, melainkan tetap mukmin selama masih
bersyahadat.
4. JABARIAH
A.
Dalil-dalil
Q.S. Al-an’am (111)
Q.S. As-saffat (96)
Q.S. Al- insan (30)
B.
TOKOH PENDIRI :
Moderat : ALHASAN BIN MUHAMMAD AN-NAJJAR
DIRAR BIN AMR
Extrim : JA’FAR BIN DIRHAM
JAHAM BIN SOFWAN
POKOK-POKOK
PEMIKIRAN
C.
PERBUATAN TUHAN : Segala perbuatan manusia
diciptakan tuhan termasuk perbuatan baik dan buruknya manusia.
D.
PERBUATAN MANUSIA :
Moderat : Tuhanlah yang menciptakan perbuatan
manusia baik dan buruk,
tetapi manusia memiliki kasb dalam perbuatannya.
Extrim : Perbuatan manusia semata-mata
perbuatan tuhan.
E.
PELAKU DOSA BESAR : Perbuatan dosa tetap
mendapat siksa, dan perbuatan baik tetap mandapatkan pahala, meskipun kedua
perbuatan tersebut adalah perbuatan tuhan.
5. QADARIYAH
A.
Dalil-Dalil
Q.S. Ar-ra’du (11)
Q.S. Al-Kahfi (29)
B. TOKOH
PENDIRI :
MA’BAD
AL-JUHANI
GHAILAN
AL-DIMASQY
POKOK-POKOK
PEMIKIRAN
C. SIFAT
TUHAN : Tuhan tidak memiliki Asma’ul Husna dan Allah itu Esa, Allah melihat
dengan dzat-Nya.
D. PERBUATAN
TUHAN : Perbuatan baik dan buruk adalah ikhtiar manusia.
E. PERBUATAN
MANUSIA : Perbuatan manusia semata-mata diwujudkan oleh manusia itu sendiri.
F. PELAKU
DOSA BESAR : Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, atau pun mukmin,
tetapi fasik, dan kekal di Neraka.
6. MU’TAZILAH
A. TOKOH
PENDIRI :
WASHIL BIN ATHO’
AL-ALAF
AL-HAYAT
AL-JUBBAI *
AN-NAZZHAM
BISIR BIN AL-MU’TAIMIR
AL-QODHI ABDUL JABBAR
AZ-ZAMAHSYARI **
AL-JAHIZ
ABU MUSA AL MUDROR
POKOK-POKOK
PEMIKIRAN
B. SIFAT
TUHAN : Tuhan tidak memiliki sifat, karena dengan memberi sifat bagi Allah,
maka Ia akan terbatas, dan sama dengan mahluk-Nya.
C. PERBUATAN
TUHAN : Tuhan maha sempurna, dan tak mungkin menciptakan perbuatan buruk
manusia.
D. PERBUATAN
MANUSIA : Perbuatan manusia semata-mata diwujudkan oleh manusia itu sendiri.
E. AL-QUR’AN
: Al-qur’an adalah mahluk daan baharu.
F. PELAKU
DOSA BESAR : Orang yang berdosa besar bukanlah mukmin, dan bukan pula kafir,
tetapi mengambil posisi diantara keduanya (msnzilah bainal manzilatain).
(*)
GURU IMAM AL-ASYARI
(**) PENGARANG
TAFSIR AL-KASYSYAF
7. ASY'ARIYAH
A. TOKOH
PENDIRI :
ABU AL-HASAN ALI BIN ISMAIL
AL-ASY’ARI *
POKOK-POKOK
PEMIKIRAN
B. SIFAT
TUHAN : Tuhan memiliki sifat-sifat tertentu, dan mengetahui dengan ilmu-Nya,
bukan dengan dzat-Nya, dan berkuasa dengan qudrat-Nya, bukan dengan dzat-Nya.
C. PERBUATAN
TUHAN : Tuhan menciptakan perbuatan, adapun baik buruknya perbuatan adalah
ikhtiar manusia itu sendiri (Al-Kasb).
D. PERBUATAN
MANUSIA : Perbuatan manusia semata-mata ciptaan tuhan.
E. AL-QUR’AN
: Al-qur’an adalah kalamullah yang qodim.
F. KEPEMIMPINAN:
Masalah imamah adalah masalah kedunian yang penanganan dan pembentukannya
diserahkan pada umat
G. PELAKU
DOSA BESAR : Muslim yang berdosa dan tidak sempat bertaubat diakhir masa
hidupnya tidaklah kafir, dan tetap muslim.
(*) CUCU ABU MUSA
AL-ASY’ARI
8. MATURIDIYAH
A.
TOKOH
PENDIRI :
Samarkand : ABU MANSUR MUHAMMAD BIN MUHAMMAD AL-MATURIDI
Bukhara
: AL-BAZDAWI
AT-TAFFAZANI
AN-NASAFI
POKOK-POKOK
PEMIKIRAN
B.
SIFAT
TUHAN :
Samarkand : Sifat
bukan Tuhan tetapi tidak lain dari Tuhan.
` Bukhara : Tuhan memiliki sifat-sifat tertentu, dan
mengetahui dengan ilmu- Nya,
bukan dengan dzat-Nya, dan berkuasa dengan qudrat-Nya, bukan
dengan dzat-Nya.
C.
PERBUATAN
TUHAN : Tuhan hanya menciptakan perbuatan yang baik.
D.
PERBUATAN
MANUSIA : Perbuatan manusia semata-mata
diwujudkan oleh manusia itu sendiri.
E.
AL-QUR’AN
: Al-qur’an adalah kalamullah yang kodim.
9. SALAFIYYAH
A.
TOKOH
PENDIRI :
IBNU HAMBAL (abad 1 H)
IBNU TAIMIYAH (abad 3-4 H)
MUHAMMAD IBNU ABDUL WAHHAB (abad 12 H)
POKOK-POKOK
PEMIKIRAN
B.
SIFAT
TUHAN : Tuhan memiliki sifat tetapi tidak sama dengan sifat mahluknya.
10.
WAHABIYAH
A.
TOKOH
PENDIRI :
MUHAMMAD IBNU ABDUL WAHHAB
POKOK-POKOK
PEMIKIRAN
B.
SIFAT
TUHAN : Tuhan memiliki sifat tetapi tidak sama dengan sifat mahluknya.
A. AKAL DAN WAHYU MENURUT ALIRAN-ALIRAN KALAM
1. ASY'ARIYAH
● Akal menempati posisi yang lemah ● Kemampuan akal hanya sebatas mengetahui Tuhan saja. ● Akal tidak mampu mengetahui baik dan buruk ● Kewajiban mengetahui Tuhan, dan kewajiban mengerjakan keba- jikan serta meninggalkan kejaha- tan hanya dapat diketahui melalui wahyu ● Akal tidak akan memperoleh ke- benaran hakiki di luar pengetahu- an tentang Tuhan. ● Wahyu merupakan sumber bagi segalanya.2. MATURIDIAH
a. SAMARKAND
● Menurut Abu Mansur al Maturidi: Potensi akal dalam 3 hal: 1. Mengetahui Tuhan 2. Kewajiban mengetahui Tuhan 3. Mengetahui baik dan jahat ● Akal tidak dapat menjangkau satu hal, yaitu: kewajiban mengetahui dan melaksanakan kebajikan dan menjauhi kejahatan ● Akal mampu mengetahui sifat baik yang terdapat dalam sesuatu yang baik, dan mengetahui yang buruk yang terdapat dalam sesuatu yang buruk. Hal semacam ini disebut sebagai kebenaran objektif. ● Abu Mansur al Maturidi: Kewajiban itu wajib menurut akal naluri (al 'aql al garizi)
b. BUKHARA
● Akal hanya mampu mengetahui dua hal saja: 1. Mengetahui Tuhan 2. Mengetahui baik dan jahat ● Akal manusia hanya mampu men- jangkau pengetahuan-pengetahuan dan tidak mampu menjangkau kewajiban-kewajiban. Sebab yang menentukan kewajiban2 hanyalah Tuhan ● Menurut Imam Abu Hanifah: Mengetahui Tuhan adalah wajib menurut akal, meskipun tidak ada pemberitaan dari wahyu.
3. MU'TAZILAH
● Mu'tazilah lebih memprioritaskan kemampuan akal dari pada sumber lainnya ● Akal mampu memperoleh segala macam pengetahuan ● Wahyu berfungsi sebagai pembim- bing dan penegasan kebenaran, serta pembimbing akal, sebagaimana kecek Abu Huzail dan an Nazam, cs. ● Akal mampu mengetahui 4 hal secara global, sebagaimana disebut ● Abu Huzail: berterima kasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu adalah wajib ● Al Murdar: Akal bukan hanya mampu mengetahui Tuhan, melainkan ber- kewajiban mengetahui hukum-hukum dan sifat-sifat Tuhan, meskipun belum ada wahyu
4. MUHAMMAD ABDUH (1849-1905)
● Wahyu dan akal merupakan dua jalan untuk memperoleh pengeta- huan. ● Akal mampu mengetahui lebih dari 4 hal yang disebut terdahulu, al: 1. Mengetahui kehidupan di akhirat 2. Mampu membuat hukum-hukum ● Wahyu juga dapat berfungsi sebagai infromasi dan konfirmasi ● Wahyu mempunyai 2 fungsi pokok: 1. Menolong akal untuk mengetahui alam akhirat dan keadaan hidup manusia disana 2. Wahyu menolong akal dalam mengatur masyarakat. ● Wahyu juga dapat menolong akal manusia dalam menyempurnakan pengetahuannya tentang Tuhan, sifat-sifat Tuhan, kewajiban-kewa- jiban manusia kepada Tuhan, serta kebaikan dan kejahatan
B.PELAKU DOSA BESAR, IMAN, DAN KUFUR MENURUT PERSFEKTIF ALIRAN KALAM
1. KHAWARIJ
● Iman membenarkan dalam hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengerjakan dengan anggota badan ● Orang yang bersyadatain tetapi tidak diikuti dengan mengerjakan kewajiban- kewajiban-Nya berarti ia telah
KUFUR ● Shalat, puasa, zakat, berji- had, berbuat adil, dll, adalah unsur-unsur iman. Siapa yang tidak setuju dengan pendapat itu dianggap kafir
Golongan al-ZARIQAH : ● Orang yang tidak sependa- pat dengan mereka adalah Kafir
Golongan al MUHAKKIMAH ● Pelaku dosa besar seperti berzina, membunuh tanpa sebab, dll, adalah Kafir
Golongan al NAJDAH ● Pengikutnya yang melaku kan dosa besar akan men dapat siksaan, tetapi Tidak Termasuk Kafir ● Dosa kecil yang dilakukan secara berulang-ulang menjadi besar dan menjadi Musyrik
Golongan SURFIAH ● Dosa besar yang menyebab kan seseorang menjadi kafir hanyalah dosa besar yang tidak ada hukuman- nya di dunia. ● Kufur bagi mereka ada 2: 1. Kufr bi inkar al Ni'mah 2. Kufr bi inkar al Rububiah
Golongan al IBADAH (Moderat) ● Orang Islam yang melaku- kan dosa besar adalah muwahhid, tetapi ia bukan Mukmin. Meskipun Kafir, orang semcam ini bukan jenis kafir al Millah (kafir dalam agama), melainkan hanya Kafir Nikmat.
2. MURJI'AH
●Murjiah dikenal konsep: Tahdidu al ma'na al iman (batasan makna iman) ●Iman cukup dengan pem- benaran dalam hati ●Iman mempunyai 2 rukun: 1. Membenarkan dengan hati 2. Mengikrarkan dengan lisan ●Orang yang melakukan dosa besar tidak kekal di dalam neraka. Sebanyak apa pun dosa besar tidak menyebabkan seseorang menjadi kafir. Ia tetap mukmin dan tetap ada harapan masuk surga karna keimannya ●Ibadah ritual seperti : shalat, puasa, zakat, adalah tidak penting. Yang disebut ibadah adalah hanyalah Iman ●Muqatil bin Sulaiman Perbuatan seseorang tidaklah merusak Iman
Golongan al JAHMIAH (Ekstrim) ●Orang Islam yang menyata kan kekafirannya secara lisan tidaklah menjadi kafir sebab tempat iman dan kufur ada di dalam hati ●Sekte Murji'ah ekstrim lainnya adalah: -al Salihiyah -al Yunusiah -al Ubaidiyah -al Kassaniyah -Klmpk Muqatil bin sulaiman
3. MU'TAZILAH
●Iman bersifat aktif, tidak sekedar pengakuan dengan hati, dan pengucapan dengan lisan, tetapi harus dengan hati, lisan, dan perbuatan secara aktif ●Orang yang berbuat dosa besar bukanlah mukmin sejati dan juga bukan kafir sejati, juga bukan munafiq, alias muna, tetapi FASIK ●Kefasikan adalah sesuatu yang berdiri sendiri antara iman dan kafir, yang dikenal dengan al Manzilah bain al Manzilatain ●Sebutan kafir tidak layak ditujukan kepada pembuat dosa besar, selama mereka mengucapkan 2 kalimat Syahadat dan mengerjakan amalan-amalan baik ●Iman adalah pelaksanaan perintah-perintah Tuhan
An Nazam: Iman adalah menjauhi dosa-dosa besar
Abu Huzail : Yang dimaksud dengan perintah-perintah Tuhan bukan hanya perintah yang bersifat wajib
4. ASY'ARIAH
Abu Hasan al Asy'ari: Iman adalah: "al Tasdiq bi Allah"
al Baghdadi : Iman adalah: "al Tasdiq bi al Rasul", serta berita yang mereka bawa. ●Menurut Asy'ariah: Iman bukan merupakan ma'rifah atau amal. Iman hanyalah tasdiq dan penge- tahuan tidak timbul kecuali setelah adanya wahyu. ●Iman adalah pembenaran dengan hati (al tasdiq bi al qalb) ●Orang dianggap beriman jika ia mengakui keesaan Tuhan, membenarkan ke- rasulan Muhammad, dan membenarkan ke wahyua- Nya.
Masalah Pelaku Dosa Besar diserahkan kepada Allah, karena Allah mempunyai kekuasaan mutlak. Pelaku dosa besar mungkin di- maafkan, mungkin pula di masukan ke dalam neraka, atau mungkin juga dimasu- kan ke surga karena rahmat- Nya. ●Asy'ariah menolak sepenuh nya konsep al manzilah bain al manzilatain ●Pelaku dosa besar tetap dianggap mukmin, bukan kafir, karena masih memi- liki keimanan. Tetapi, kare na ia melakukan dosa besar maka ia menjadi Mukmin yang Fasik ●Amal dan perkataan bisa berpengaruh terhadap kualitas iman, (iman bisa bertambah dan berkurang)
5. MATURIDIAH
a. SAMARKAND
●Iman adalah makrifah, bu- kan sekedar tasdiq. Karena akal mampu mengetahui kewajiban mengetahui (makrifah) Tuhan. ●Makrifah adalah mengeta- hui Tuhan dengan segala sifat-sifat-Nya. ●Tauhid adalah mengenal Tuhan dalam ke-Esaa-Nya, karenanya, Maturidiah melarang taqlid dalam masalah keimanan
Catatan: Pelaku dosa besar masih dianggap Mukmin. Sedang- kan hukumannya ditentukan oleh Tuhan di akhirat. -Maturidiah juga menolak konsep al manzilah bain al manzilatain
b. BUKHARA
●Konsep iman dan kufurnya sama dengan pendapat ulama Asy'ariah. Iman menurut mereka, sama dengan pendapat al Bazdawi, yaitu Tasdiq
C. PERBUATAN TUHAN MENURUT PERSPEKTIF ALIRAN KALAM
1. MU'TAZILAH
●Perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang baik saja. Namun demikian, bukan berarti tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan dari buruk tersebut. Pendapat tersebut didasarkan pada QS. Al Anbiya:23 "Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang dikerjakan, tetapi merekalah yang akan ditanya". ●Tuhan mempunyai kewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia (as sholah wa al aslah) ●Konsep as sholah wa al aslah, mengkonseku ensikan pada 3 kewajiban Allah: 1. Kewajiban tidak memberikan beban di luar kemampuan manusia; 2. Kewajiban mengirmkan rasul; 3. Kewajiban menepati janji (al wa'd) dan ancaman (al wa'id)
2. ASY'ARIAH
A. AKAL DAN WAHYU MENURUT ALIRAN-ALIRAN KALAM
1. ASY'ARIYAH
● Akal menempati posisi yang lemah ● Kemampuan akal hanya sebatas mengetahui Tuhan saja. ● Akal tidak mampu mengetahui baik dan buruk ● Kewajiban mengetahui Tuhan, dan kewajiban mengerjakan keba- jikan serta meninggalkan kejaha- tan hanya dapat diketahui melalui wahyu ● Akal tidak akan memperoleh ke- benaran hakiki di luar pengetahu- an tentang Tuhan. ● Wahyu merupakan sumber bagi segalanya.2. MATURIDIAH
a. SAMARKAND
● Menurut Abu Mansur al Maturidi: Potensi akal dalam 3 hal: 1. Mengetahui Tuhan 2. Kewajiban mengetahui Tuhan 3. Mengetahui baik dan jahat ● Akal tidak dapat menjangkau satu hal, yaitu: kewajiban mengetahui dan melaksanakan kebajikan dan menjauhi kejahatan ● Akal mampu mengetahui sifat baik yang terdapat dalam sesuatu yang baik, dan mengetahui yang buruk yang terdapat dalam sesuatu yang buruk. Hal semacam ini disebut sebagai kebenaran objektif. ● Abu Mansur al Maturidi: Kewajiban itu wajib menurut akal naluri (al 'aql al garizi)
b. BUKHARA
● Akal hanya mampu mengetahui dua hal saja: 1. Mengetahui Tuhan 2. Mengetahui baik dan jahat ● Akal manusia hanya mampu men- jangkau pengetahuan-pengetahuan dan tidak mampu menjangkau kewajiban-kewajiban. Sebab yang menentukan kewajiban2 hanyalah Tuhan ● Menurut Imam Abu Hanifah: Mengetahui Tuhan adalah wajib menurut akal, meskipun tidak ada pemberitaan dari wahyu.
3. MU'TAZILAH
● Mu'tazilah lebih memprioritaskan kemampuan akal dari pada sumber lainnya ● Akal mampu memperoleh segala macam pengetahuan ● Wahyu berfungsi sebagai pembim- bing dan penegasan kebenaran, serta pembimbing akal, sebagaimana kecek Abu Huzail dan an Nazam, cs. ● Akal mampu mengetahui 4 hal secara global, sebagaimana disebut ● Abu Huzail: berterima kasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu adalah wajib ● Al Murdar: Akal bukan hanya mampu mengetahui Tuhan, melainkan ber- kewajiban mengetahui hukum-hukum dan sifat-sifat Tuhan, meskipun belum ada wahyu
4. MUHAMMAD ABDUH (1849-1905)
● Wahyu dan akal merupakan dua jalan untuk memperoleh pengeta- huan. ● Akal mampu mengetahui lebih dari 4 hal yang disebut terdahulu, al: 1. Mengetahui kehidupan di akhirat 2. Mampu membuat hukum-hukum ● Wahyu juga dapat berfungsi sebagai infromasi dan konfirmasi ● Wahyu mempunyai 2 fungsi pokok: 1. Menolong akal untuk mengetahui alam akhirat dan keadaan hidup manusia disana 2. Wahyu menolong akal dalam mengatur masyarakat. ● Wahyu juga dapat menolong akal manusia dalam menyempurnakan pengetahuannya tentang Tuhan, sifat-sifat Tuhan, kewajiban-kewa- jiban manusia kepada Tuhan, serta kebaikan dan kejahatan
B.PELAKU DOSA BESAR, IMAN, DAN KUFUR MENURUT PERSFEKTIF ALIRAN KALAM
1. KHAWARIJ
● Iman membenarkan dalam hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengerjakan dengan anggota badan ● Orang yang bersyadatain tetapi tidak diikuti dengan mengerjakan kewajiban- kewajiban-Nya berarti ia telah
KUFUR ● Shalat, puasa, zakat, berji- had, berbuat adil, dll, adalah unsur-unsur iman. Siapa yang tidak setuju dengan pendapat itu dianggap kafir
Golongan al-ZARIQAH : ● Orang yang tidak sependa- pat dengan mereka adalah Kafir
Golongan al MUHAKKIMAH ● Pelaku dosa besar seperti berzina, membunuh tanpa sebab, dll, adalah Kafir
Golongan al NAJDAH ● Pengikutnya yang melaku kan dosa besar akan men dapat siksaan, tetapi Tidak Termasuk Kafir ● Dosa kecil yang dilakukan secara berulang-ulang menjadi besar dan menjadi Musyrik
Golongan SURFIAH ● Dosa besar yang menyebab kan seseorang menjadi kafir hanyalah dosa besar yang tidak ada hukuman- nya di dunia. ● Kufur bagi mereka ada 2: 1. Kufr bi inkar al Ni'mah 2. Kufr bi inkar al Rububiah
Golongan al IBADAH (Moderat) ● Orang Islam yang melaku- kan dosa besar adalah muwahhid, tetapi ia bukan Mukmin. Meskipun Kafir, orang semcam ini bukan jenis kafir al Millah (kafir dalam agama), melainkan hanya Kafir Nikmat.
2. MURJI'AH
●Murjiah dikenal konsep: Tahdidu al ma'na al iman (batasan makna iman) ●Iman cukup dengan pem- benaran dalam hati ●Iman mempunyai 2 rukun: 1. Membenarkan dengan hati 2. Mengikrarkan dengan lisan ●Orang yang melakukan dosa besar tidak kekal di dalam neraka. Sebanyak apa pun dosa besar tidak menyebabkan seseorang menjadi kafir. Ia tetap mukmin dan tetap ada harapan masuk surga karna keimannya ●Ibadah ritual seperti : shalat, puasa, zakat, adalah tidak penting. Yang disebut ibadah adalah hanyalah Iman ●Muqatil bin Sulaiman Perbuatan seseorang tidaklah merusak Iman
Golongan al JAHMIAH (Ekstrim) ●Orang Islam yang menyata kan kekafirannya secara lisan tidaklah menjadi kafir sebab tempat iman dan kufur ada di dalam hati ●Sekte Murji'ah ekstrim lainnya adalah: -al Salihiyah -al Yunusiah -al Ubaidiyah -al Kassaniyah -Klmpk Muqatil bin sulaiman
3. MU'TAZILAH
●Iman bersifat aktif, tidak sekedar pengakuan dengan hati, dan pengucapan dengan lisan, tetapi harus dengan hati, lisan, dan perbuatan secara aktif ●Orang yang berbuat dosa besar bukanlah mukmin sejati dan juga bukan kafir sejati, juga bukan munafiq, alias muna, tetapi FASIK ●Kefasikan adalah sesuatu yang berdiri sendiri antara iman dan kafir, yang dikenal dengan al Manzilah bain al Manzilatain ●Sebutan kafir tidak layak ditujukan kepada pembuat dosa besar, selama mereka mengucapkan 2 kalimat Syahadat dan mengerjakan amalan-amalan baik ●Iman adalah pelaksanaan perintah-perintah Tuhan
An Nazam: Iman adalah menjauhi dosa-dosa besar
Abu Huzail : Yang dimaksud dengan perintah-perintah Tuhan bukan hanya perintah yang bersifat wajib
4. ASY'ARIAH
Abu Hasan al Asy'ari: Iman adalah: "al Tasdiq bi Allah"
al Baghdadi : Iman adalah: "al Tasdiq bi al Rasul", serta berita yang mereka bawa. ●Menurut Asy'ariah: Iman bukan merupakan ma'rifah atau amal. Iman hanyalah tasdiq dan penge- tahuan tidak timbul kecuali setelah adanya wahyu. ●Iman adalah pembenaran dengan hati (al tasdiq bi al qalb) ●Orang dianggap beriman jika ia mengakui keesaan Tuhan, membenarkan ke- rasulan Muhammad, dan membenarkan ke wahyua- Nya.
Masalah Pelaku Dosa Besar diserahkan kepada Allah, karena Allah mempunyai kekuasaan mutlak. Pelaku dosa besar mungkin di- maafkan, mungkin pula di masukan ke dalam neraka, atau mungkin juga dimasu- kan ke surga karena rahmat- Nya. ●Asy'ariah menolak sepenuh nya konsep al manzilah bain al manzilatain ●Pelaku dosa besar tetap dianggap mukmin, bukan kafir, karena masih memi- liki keimanan. Tetapi, kare na ia melakukan dosa besar maka ia menjadi Mukmin yang Fasik ●Amal dan perkataan bisa berpengaruh terhadap kualitas iman, (iman bisa bertambah dan berkurang)
5. MATURIDIAH
a. SAMARKAND
●Iman adalah makrifah, bu- kan sekedar tasdiq. Karena akal mampu mengetahui kewajiban mengetahui (makrifah) Tuhan. ●Makrifah adalah mengeta- hui Tuhan dengan segala sifat-sifat-Nya. ●Tauhid adalah mengenal Tuhan dalam ke-Esaa-Nya, karenanya, Maturidiah melarang taqlid dalam masalah keimanan
Catatan: Pelaku dosa besar masih dianggap Mukmin. Sedang- kan hukumannya ditentukan oleh Tuhan di akhirat. -Maturidiah juga menolak konsep al manzilah bain al manzilatain
b. BUKHARA
●Konsep iman dan kufurnya sama dengan pendapat ulama Asy'ariah. Iman menurut mereka, sama dengan pendapat al Bazdawi, yaitu Tasdiq
C. PERBUATAN TUHAN MENURUT PERSPEKTIF ALIRAN KALAM
1. MU'TAZILAH
●Perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang baik saja. Namun demikian, bukan berarti tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan dari buruk tersebut. Pendapat tersebut didasarkan pada QS. Al Anbiya:23 "Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang dikerjakan, tetapi merekalah yang akan ditanya". ●Tuhan mempunyai kewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia (as sholah wa al aslah) ●Konsep as sholah wa al aslah, mengkonseku ensikan pada 3 kewajiban Allah: 1. Kewajiban tidak memberikan beban di luar kemampuan manusia; 2. Kewajiban mengirmkan rasul; 3. Kewajiban menepati janji (al wa'd) dan ancaman (al wa'id)
2. ASY'ARIAH
●Menolak
sepenuhnya paham as sholah wa
al ashlah milik mu'tazilah, karena berten-
tangan dengan paham kekuasaan dan ke-
hendak mutlak Tuhan.
●Imam Ghazali:
"Tuhan tidak berkewajiban berbuat
baik
dan terbaik bagi manusia. Tuhan dapat
berbuat apa saja terhadap makhluk-Nya.
"Perbuatan-perbuatan Tuhan bersifat
tidak
wajib (Jaiz)
●Pengiriman rasul memang
diperlukan
dalam kehidupan, tetapi hal itu bukanlah
kewajiban bagi Tuhan.
●Tuhan bebas berbuat dan
berkendak bagi
makhluk-Nya.
3. MATURDIAH
a. SAMARKAND
●Perbuatan Tuhan hanya menyangkut hal-hal yang baik saja. ●Tuhan mempunyai kewajiban bagi manusia ●Pengiriman rasul dan menepati janji adalah kewajiban bagi Tuhan (sama dengan pendapat Mu'tazilah) ●Dalam masalah pemberian beban di luar kemampuannya (taklif ma la yutaq), Maturidiah Samarkand mengambil posisi yang sama dengan Mu'tazilah. Al-Maturidi tidak setuju dengan Asy'ari, karena menu- rutnya Al qur'an mengatakan bahwa Tuhan tidak membebani manusia dengan kewaji- ban-kewajiban yang tak sanggup dipikulnya ●Manusialah yang sebenarnya mewujudkan perbuatan-perbuatannya, bukan Tuhan.
b. BUKHARA
●Maturidah Bukhara memiliki pandangan yang sama dengan aliran Asy'ariah mengenai paham bahwa tidak ada kewajiban bagi Tuhan.
Namun demikian, menurut al Bazdawi : "Tuhan pasti menepati janji-Nya. Tuhan pasti memberi imbalan pahala kepada orang yang berbuat baik, walaupun Tuhan mungkin saja membatalkan ancaman bagi orang yang me- lakukan dosa besar. Nasib orang berbuat dosa ditentukan oleh kehendak Tuhan. masuk neraka, atau masuk surga, sementara, atau selamanya, terserah Tuhan. ●Pengiriman rasul tidaklah bersifat wajib, dan hanya bersifat jaiz saja. (sama dengan Asi'a- riah) ●Mengenai pemberian beban kepada manusia di luar batas kemampuannya (taklif ma la yutaq), Maturdiah Bukhara sependapat dengan Asy'ariah, "Tuhan tidaklah mustahil meletakkan kewajiban-kewajiban yang tidak dapat dipikul oleh manusia., sebagaimana pendapat al Bazdawi.
a. SAMARKAND
●Perbuatan Tuhan hanya menyangkut hal-hal yang baik saja. ●Tuhan mempunyai kewajiban bagi manusia ●Pengiriman rasul dan menepati janji adalah kewajiban bagi Tuhan (sama dengan pendapat Mu'tazilah) ●Dalam masalah pemberian beban di luar kemampuannya (taklif ma la yutaq), Maturidiah Samarkand mengambil posisi yang sama dengan Mu'tazilah. Al-Maturidi tidak setuju dengan Asy'ari, karena menu- rutnya Al qur'an mengatakan bahwa Tuhan tidak membebani manusia dengan kewaji- ban-kewajiban yang tak sanggup dipikulnya ●Manusialah yang sebenarnya mewujudkan perbuatan-perbuatannya, bukan Tuhan.
b. BUKHARA
●Maturidah Bukhara memiliki pandangan yang sama dengan aliran Asy'ariah mengenai paham bahwa tidak ada kewajiban bagi Tuhan.
Namun demikian, menurut al Bazdawi : "Tuhan pasti menepati janji-Nya. Tuhan pasti memberi imbalan pahala kepada orang yang berbuat baik, walaupun Tuhan mungkin saja membatalkan ancaman bagi orang yang me- lakukan dosa besar. Nasib orang berbuat dosa ditentukan oleh kehendak Tuhan. masuk neraka, atau masuk surga, sementara, atau selamanya, terserah Tuhan. ●Pengiriman rasul tidaklah bersifat wajib, dan hanya bersifat jaiz saja. (sama dengan Asi'a- riah) ●Mengenai pemberian beban kepada manusia di luar batas kemampuannya (taklif ma la yutaq), Maturdiah Bukhara sependapat dengan Asy'ariah, "Tuhan tidaklah mustahil meletakkan kewajiban-kewajiban yang tidak dapat dipikul oleh manusia., sebagaimana pendapat al Bazdawi.
Mkasih y pk ner atas blog na...
BalasHapussungguh mempermudah kami belajar dlam berbagai aliran yg sulit kita pahami dlam bku....